قُلْ لَوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَنْ تَنْفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَدًا

Sabtu, 24 November 2012

KISI-KISI UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2012/2013


Di tengah polemik rencana pelaksanaannya tahun depan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan  melalui Badan Standar Nasional Pendidikan  atau BSNP akhirnya merilis kisi-kisi soal Ujian Nasional 2013. Perkiraan soal untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah itu mulai disosialisasikan di laman resmi BSNP sejak hari Selasa (20/11/2012).

Dalam laman tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mencantumkan tiga tautan, yaitu tautan surat keputusan (SK) tentang kisi-kisi soal ujian nasional (UN), tautan berisi kisi-kisi soal UN untuk jenjang sekolah dasar, serta satu tautan berisi kisi-kisi soal UN untuk jenjang sekolah menengah pertama dan atas.

SK menyebutkan bahwa khusus kisi-kisi UN ini digunakan sebagai

Sabtu, 03 November 2012

BERBEKAL UNTUK HIDUP SETELAH MATI


“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Hasyr 18)

Ayat ini mengajak kita untuk senantiasa mengingat dan meneliti kembali bekal yang kita persiapkan untuk kehidupan setelah kematian. Faedah besar akan kita dapatkan jika kita melihat sisi kurang perbekalan yang mesti kita siapkan. Karena ini akan memacu kita untuk menutup kekurangan dan memperbanyak amal ketaatan. Tapi jika kita ujub, merasa telah mencapai derajat tertentu dalam keimanan, merasa telah memiliki bsnyak tabungan kebaikan, maka hal ini akan membuat kita terpedaya.

Tiga Cara Mengusir Ujub
Imam Syafi’i memberikan tips kepada kita supaya tidak lekas berbangga dengan amal yang berhasil kita tunaikan, atau dosa yang mampu kita tinggalkan.

MERUTINKAN KEBAIKAN


Uswah dan Imamul muttaqin, Nabiyullah Muhammad SAW memiliki ciri khas yang luar biasa dalam menjalani aktivitas kebaikan. Amal dan ibadahnya disifati, “kaana diimatan” (amalnya rutin) yakni terus menerus tidak terputus-putus namun masih pada batas pertengahan, jauh dari sifat malas, namun tidak pula kelewat batas. Nabi SAW shalat di waktu malam dan juga tidur, beliau shaum dan juga berbuka, akan tetapi beliau kerjakan secara teratur. Sehingga enak dirasakan jiwa dan terbiasa bagi anggota badannya.  Oleh karena itulah amal beliau SAW disifatkan dengan “kaana diimatan” (amalnya rutin), sedangkan makna “diimah” adalah hujan yang teratur, sedang dan tenang, tidak terlalu lebat, tak ada guruh dan tidak ada pula halilintar. Umumnya, hujan yang tidak teratur, atau dengan volume yang berlebih akan mendatangkan kerusakan, baik badai maupun banjir.
Begitu pula dengan karakter manusia. Semangat yang tidak terkendali, stamina yang tidak di jaga, ritme yang tidak teratur dalam menjalani suatu aktivitas, umumnya berdampak kepada keburukan. Meskipun pada asalnya, perbuatan itu berupa aktivitas yang positif.

TIADA KATA GAGAL SEBELUM DATANG AJAL


Setiap orang mungkin pernah merasakan pahitnya kegagalan. Target yang tidak tercapai, perjuangan yang tak membuahkan hasil sesuai keinginan, atau bahkan permohonan yang tak kunjung terkabulkan.
Manusiapun beragam dalam menyikapi kenyataan seperti ini. Ada yang sedih ketika tak lulus sekolah, ada yang depresi lantaran gagal menjadi pejabat, stress lantaran usahanya gulung tikar, dan bahkan ada yang bunuh diri karena gagal menikah dengan orang yang dicintainya. Intinya adalah putus asa dan berat menerima kenyataan yang tidak sesuai harapan.

Tak Ada Istilah Gagal, Kecuali dalam Satu Hal
Sebenarnya, tak ada istilah gagal dalam berusaha, selain kegagalan dalam menyikapi hasil. Inipun, masih ada peluang untuk perbaikan. Hanya ada satu kegagalan yang fatal, yang benar-benar dikatakan gagal, yakni gagal dalam mengisi hidup hingga datangnya ajal.

DERITA ABADI KARENA DENGKI


Gelang di tangan orang yang hendak di rampas tidak dapat, cincin di jari sendiri terlucut hilang. Begitulah peribahasa Melayu yang menggambarkan keadaan orang yang menyimpan rasa dengki. Harapan ingin mendapatkan milik orang tak didapatkan, namun sesuatu yang menjadi milik sendiri dikorbankan. Karena sejatinya pendengki selalu rugi, tak ada keuntungan sedikitpun bagi pendengki. Bahkan, gambaran peribahasa tersebut belum cukup menggambarkan total kerugian orang yang dialami orang yang terjangkiti penyakit dengki.

Derita Para Pendengki
Tak ada yang lebih patut dikasihani melebihi orang yang menderita penyakit dengki. Jika umumnya manusia berpikir dan berbuat untuk sesuatu yang menguntungkan dirinya, atau sekedar menyenangkan hatinya, tidak demikian halnya dengan pendengki.

MEMAKNAI KEGAGALAN


Seperti bayi yang tak diinginkan kelahirannya, tapi menjadi orang paling berguna ketika dewasa, daripada saudara-saudaranya. Tamsil ini barangkali cocok untuk mengibaratkan sebuah kegagalan. Kegagalan, adalah realita yang tak dipungkiri tidak pernah diinginkan kehadirannya, tapi ternyata membawa hikmah yang luar biasa di balik punggungnya. Meski demikian, wajar jika tak seroang pun pernah menginginkan kegagalan menyapa dirinya. Itu karena sang hikmah tak pernah mau menampakkan diri tepat pada saat kegagalan menghampiri.
Gagal. Dalam Kamus Bahasa Indonesia artinya batal atau tidak jadi meraih sesuatu. Sebelum membahas lebih lanjut, kita harus membatasi makna gagal pada sesuatu yang tidak jadi atau batal teraih setelah adanya usaha maksimal. Sebab, kegagalan yang terjadi sebelum atau tanpa usaha maksimal, sejatinya bukanlah kegagalan tapi konsekuensi logis. Sebuah keniscayaan dari lemahnya usaha dan semangat.

ANTARA DENGKI DAN PERSAINGAN


Sekecil apapun kadarnya, semua orang pernah merasakan kedengkian. Hanya saja sikap yang di ambil ketika dengki mulai tumbuh, masing-masing orang berbeda. Ada yang segera memangkasnya, ada pula yang membiarkannya tumbuh menjadi pohon hasad yang berbuah kezhaliman.
Dengki dalam bahasa kita adalah perasaan tidak suka pada orang tertentu yang meraih atau mendapat suatu karunia. Dengki sering digunakan untuk memaknai hasad. Tapi hasad, sebenarnya, bukan hanya perasaan tidak suka tapi juga disertai keinginan agar nikmat tersebut berpindah tangan atau hilang darinya. Sehingga tak mengherankan jika hasad sering menjadi biang kerok dari berbagai tindak kezhaliman sebagai bentuk pelampiasannya. Sampai-sampai, ada ayat khusus yang memerintahkan manusia berlindung dari ulah pendengki (QS. Falaq; 5).