Uswah dan
Imamul muttaqin, Nabiyullah Muhammad SAW memiliki ciri khas yang luar biasa
dalam menjalani aktivitas kebaikan. Amal dan ibadahnya disifati, “kaana
diimatan” (amalnya rutin) yakni terus menerus tidak terputus-putus namun masih
pada batas pertengahan, jauh dari sifat malas, namun tidak pula kelewat batas.
Nabi SAW shalat di waktu malam dan juga tidur, beliau shaum dan juga berbuka,
akan tetapi beliau kerjakan secara teratur. Sehingga enak dirasakan jiwa dan
terbiasa bagi anggota badannya. Oleh karena itulah amal beliau SAW disifatkan
dengan “kaana diimatan” (amalnya rutin), sedangkan makna “diimah” adalah hujan
yang teratur, sedang dan tenang, tidak terlalu lebat, tak ada guruh dan tidak
ada pula halilintar. Umumnya, hujan yang tidak teratur, atau dengan volume yang
berlebih akan mendatangkan kerusakan, baik badai maupun banjir.
Begitu pula
dengan karakter manusia. Semangat yang tidak terkendali, stamina yang tidak di jaga,
ritme yang tidak teratur dalam menjalani suatu aktivitas, umumnya berdampak
kepada keburukan. Meskipun pada asalnya, perbuatan itu berupa aktivitas yang
positif.
Semangat belajar yang mendadak dan menggebu, lalu belajar sehari
semalam tanpa istirahat, hanya akan membuat kita loyo setelah itu. Begitupun
dengan shalat malam. Terkadang seseorang tersulut motivasinya oleh suatu
nasihat tentang fadhilah shalat malam, lalu dia menjalani malam tanpa tidur,
semalaman ia berdiri untuk shalat. Seringkali ini juga menjadi sinyal, bahwa di
hari-hari berikutnya ia akan kehilangan stamina, lalu akan meninggalkannya.
Alangkah
indah bimbingan Nabi SAW yang mengajarkan kepada kita suatu kaedah,
“Amal yang
paling dicintai oleh Allah adalah yang paling rutin, meskipun sedikit.” (HR
Muslim)
Hati Tenang,
Badan Terasa Nyaman
Aktifitas
kebaikan yang dilakukan secara rutin akan membuat hati menjadi tenang, badanpun
terasa nyaman. Baik dalam hal belajar, beribadah secara khusus, maupun
aktivitas lain yang bermanfaat seperti olah raga.
Jika kita
merasa emosi belum terkendali, suasana hati labil, itu lebih dikarenakan
aktivitas anggota badan yang labil, ekstrim dalam menjalankan sesuatu, ekstrim
pula ketika meninggalkannya. Sehingga terkadang hati menjadi lunak sesaat,
kemudian tiba-tiba menjadi keras kembali, terkadang di hadapannya ada sinar
yang menerangi, namun sekejap saja kegelapan segera kembali. Inilah yang
membuat hati tidak hidup dengan sehat dan bercahaya.
Abu Sulaiman
Ad-Darani seorang ahli ibadah yang zuhud, dengan tawadhu’ berkata,
“Meninggalkan syahwat mendatangkan pahala, istiqamah dalam beramal
mendatangkan pahala, namun aku dan kamu termasuk orang yang menghidupkan satu
malam, namun tidur dua malam, shaum satu hari, berbuka selama berhari-hari,
padahal hati tidak bercahaya dalam kondisi seperti ini…”
Kalimat beliau,
“namun aku dan kamu”, sepertinya lebih cocok ditujukan kepada kita sekarang
ini. Sebagian kita mungkin pernah bersemangat menghafal al-Qur’an, tapi
akhirnya ‘menyerah’ juga. Pernah getol mempelajari bahasa Arab, akhirnya
‘lelah’ juga. Pernah bersemangat qiyamul lail, pun akhirnya terasa berat
untuk menjalaninya. Ini semua lantaran porsi yang tidak diperhitungkan dengan
kemampuan, juga rutinitas yang tidak dipertahankan. Jika berusaha rutin,
semuanya menjadi mudah dan ringan untuk dikerjakan. Apabila rutinitas telah
terjaga, tidak mengapa meningkatkan porsi amal setahap demi setahap, karena
jiwa telah siap menyangganya.
Mudawamah,
Rahasia Orang Sukses
Mudawamah,
atau kontinuitas dalam beraktivitas adalah satu kunci sukses meraih ketinggian
martabat dan cita-cita. Imam Bukhari yang begitu lekat hafalannya, juga
mengandalkan‘mudawamah’ dalam membaca buku. Ibrahim al-Harabi, seorang
pakar bahasa Arab, selama lima puluh tahun tak pernah absen menghadiri majlis
bahasa Arab dan Nahwu. Imam Syafi’i yang demikian cerdas dan jenius juga
mengandalkan rutinitas dalam belajar. Sudah menjadi kebiasaan beliau,
menggunakan sepertiga malam yang pertama untuk belajar, membaca dan menulis,
sedangkan sepertiga yang kedua untuk tidur, dan sepertiga malam terakhir untuk
shalat.
Mungkin kita
pernah belajar sepertiga malam, atau bahkan semalam suntuk, tapi sayang, hanya
berlangsung beberapa kali saja. Kita mungkin juga pernah salat malam dengan
panjang, tapi itu bisa dihitung dengan jari tangan saja.
Dalam hal
ibadah, kita juga mendapatkan teladan yang sangat bagus pada generasi salaf
yang shalih. Seperti Sa’id bin Musayyib yang dijuluki ‘ash-shaffiyyu’,
ahli shaf, karena selama lima puluh tahun tidak pernah melihat punggung tatkala
shalat lima waktu. Yakni beliau selalu berada di shaf paling depan.
Ulama-ulama
terpercaya sepanjang generasi juga membiasakan hal serupa. Seperti Ibnul Qayyim
al-Jauziyah, yang membiasakan dzikir ba’da Shubuh, dan tidak keluar masjid
hingga matahari telah terbit dan beranjak naik. Karena terbiasa, hingga seakan
itu menjadi sarapan paginya, badan akan kehilangan gairah sepanjang hari jika
pagi terlewatkan dari dzikir.
Ingin sukses
meraih cita-cita? Atau ringan dalam menjalankan aktivitas ibadah?
Bersungguh-sungguhlah untuk mempertahankan rutinitasnya. Mulai dari yang mudah,
porsi yang terukur, lalu secara bertahap meningkatkan kuantitasnya. Selamat
mencoba! Semoga Allah memberikan kemudahan kepada kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar