Seorang guru adalah
seorang pendidik. Pendidik ialah “orang yang memikul tanggung jawab untuk
membimbing”.(Ramayulis,1982:42) Pendidik tidak sama dengan pengajar, sebab pengajar
itu hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran kepada murid. Prestasi yang
tertinggi yang dapat dicapai oleh seorang pengajar apabila ia berhasil membuat
pelajar memahami dan menguasai materi pengajaran yang diajarkan kepadanya.
Tetapi seorang pendidik bukan hanya bertanggung jawab menyampaikan materi
pengajaran kepada murid saja tetapi juga membentuk kepribadian seorang anak
didik bernilai tinggi. (Ramayulis, 1998:36).
Untuk menjadi
seorang pendidik yang baik, Imam Al-Ghazali menetapkan beberapa kriteria yang
harus dipenuhi oleh seorang guru. Tulisan berikut ini merupakan kutipan yang
diambil oleh penulis dari buku Abuddin Nata (2000:95-99) ketika menjelaskan
kriteria guru yang baik dari kitab Ihyaa Ulumuddin yang merupakan karya
monumental Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali.
Sengaja kutipan di bawah
ini diberi sedikit komentar untuk lebih memperjelas maksud yang hendak
disampaikan.
Al-Ghazali
berpendapat bahwa guru yang dapat diserahi tugas mendidik adalah guru yang
selain cerdas dan sempurna akalnya, juga guru yang baik akhlaknya dan kuat
fisiknya Dengan kesempurnaan akal ia dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan
secara mendalam, dan dengan akhlaknya yang baik ia dapat menjadi contoh dan
teladan bagi para muridnya, dan dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan
tugas mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak muridnya.
Selain sifat-sifat
umum yang harus dimiliki guru sebagaimana disebutkan di atas, seorang guru juga
harus memiliki sifat-sifat khusus atau tugas-tugas tertentu sebagai berikut :
Pertama,
Jika praktek mengajar merupakan keahlian dan profesi dari seorang guru, maka
sifat terpenting yang harus dimilikinya adalah rasa kasih sayang. Sifat ini
dinilai penting karena akan dapat menimbulkan rasa percaya diri dan rasa
tenteram pada diri murid terhadap gurunya. Hal ini pada gilirannya dapat
menciptakan situasi yang mendorong murid untuk menguasai ilmu yang diajarkan
oleh seorang guru.
Kedua,
karena mengajarkan ilmu merupakan kewajiban agama bagi setiap orang alim
(berilmu), maka seorang guru tidak boleh menuntut upah atas jerih payah
mengajarnya itu. Seorang guru harus meniru Rasulullah SAW. yang mengajar ilmu
hanya karena Allah, sehingga dengan mengajar itu ia dapat bertaqarrub kepada
Allah. Demikian pula seorang guru tidak dibenarkan minta dikasihani oleh
muridnya, melainkan sebaliknya ia harus berterima kasih kepada muridnya atau
memberi imbalan kepada muridnya apabila ia berhasil membina mental dan jiwa.
Murid telah memberi peluang kepada guru untuk dekat pada Allah SWT. Namun hal ini
bisa terjadi jika antara guru dan murid berada dalam satu tempat, ilmu yang
diajarkan terbatas pada ilmu-ilmu yang sederhana, tanpa memerlukan tempat
khusus, sarana dan lain sebagainya. Namun jika guru yang mengajar harus datang
dari tempat yang jauh, segala sarana yang mendukung pengajaran harus diberi
dengan dana yang besar, serta faktor-faktor lainnya harus diupayakan dengan
dana yang tidak sedikit, maka akan sulit dilakukan kegiatan pengajaran apabila
gurunya tidak diberikan imbalan kesejahteraan yang memadai.
Ketiga,
seorang guru yang baik hendaknya berfungsi juga sebagai pengarah dan penyuluh
yang jujur dan benar di hadapan murid-muridnya. Ia tidak boleh membiarkan
muridnya mempelajari pelajaran yang lebih tinggi sebelum menguasai pelajaran
yang sebelumnya. Ia juga tidak boleh membiarkan waktu berlalu tanpa peringatan
kepada muridnya bahwa tujuan pengajaran itu adalah mendekatkan diri kepada
Allah SWT,. Dan bukan untuk mengejar pangkat, status dan hal-hal yang bersifat
keduniaan. Seorang guru tidak boleh tenggelam dalam persaingan, perselisihan
dan pertengkaran dengan sesama guru lainnya.
Keempat,
dalam kegiatan mengajar seorang guru hendaknya menggunakan cara yang simpatik,
halus dan tidak menggunakan kekerasan, cacian, makian dan sebagainya. Dalam hubungan
ini seorang guru hendaknya jangan mengekspose atau menyebarluaskan kesalahan
muridnya di depan umum, karena cara itu dapat menyebabkan anak murid yang
memiliki jiwa yang keras, menentang, membangkang dan memusuhi gurunya. Dan jika
keadaan ini terjadi dapat menimbulkan situasi yang tidak mendukung bagi
terlaksananya pengajaran yang baik.
Kelima,
seorang guru yang baik juga harus tampil sebagai teladan atau panutan yang baik
di hadapan murid-muridnya. Dalam hubungan ini seorang guru harus bersikap toleran
dan mau menghargai keahlian orang lain. Seorang guru hendaknya tidak mencela
ilmu-ilmu yang bukan keahliannnya atau spesialisasinya. Kebiasaan seorang guru
yang mencela guru ilmu fiqih dan guru ilmu fiqih mencela guru hadis dan tafsir,
adalah guru yang tidak baik. (Al-Ghazali, t.th:50)
Keenam,
seorang guru yang baik juga harus memiliki prinsip mengakui adanya perbedaan
potensi yang dimiliki murid secara individual dan memperlakukannya sesuai
dengan tingkat perbedaan yang dimiliki muridnya itu. Dalam hubungan ini,
Al-Ghazali menasehatkan agar guru membatasi diri dalam mengajar sesuai dengan
batas kemampuan pemahaman muridnya, dan ia sepantasnya tidak memberikan
pelajaran yang tidak dapat dijangkau oleh akal muridnya, karena hal itu dapat
menimbulkan rasa antipati atau merusak akal muridnya. (Al-Ghazali, t.th:51)
Ketujuh,
seorang guru yang baik menurut Al-Ghazali adalah guru yang di samping memahami
perbedaan tingkat kemampuan dan kecerdasan muridnya, juga memahami bakat,
tabiat dan kejiawaannya muridnya sesuai dengan tingkat perbedaan usianya.
Kepada murid yang kemampuannya kurang, hendaknya seorang guru jangan
mengajarkan hal-hal yang rumit sekalipun guru itu menguasainya. Jika hal ini
tidak dilakukan oleh guru, maka dapat menimbulkan rasa kurang senang kepada
guru, gelisah dan ragu-ragu.
Kedelapan,
seorang guru yang baik adalah guru yang berpegang teguh kepada prinsip yang
diucapkannya, serta berupaya untuk merealisasikannya sedemikian rupa. Dalam
hubungan ini Al-Ghazali mengingatkan agar seorang guru jangan sekali-kali
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan prinsip yang dikemukakannya.
Sebaliknya jika hal itu dilakukan akan menyebabkan seorang guru kehilangan
wibawanya. Ia akan menjadi sasaran penghinaan dan ejekan yang pada gilirannya
akan menyebabkan ia kehilangan kemampuan dalam mengatur murid-muridnya. Ia
tidak akan mampu lagi mengarahkan atau memberi petunjuk kepada murid-muridnya.
Dari delapan sifat
guru yang baik sebagaimana dikemukakan di atas, tampak bahwa sebagiannya masih
ada yang sejalan dengan tuntutan masyarakat modern. Sifat guru yang mengajarkan
pelajaran secara sistematik, yaitu tidak mengajarkan bagian berikutnya sebelum
bagian terdahulu dikuasai, memahami tingkat perbedaan usia, kejiwaan dan
kemampuan intelektual siswa, bersikap simpatik, tidak menggunakan cara-cara
kekerasan, serta menjadi pribadi panutan dan teladan adalah sifat-sifat yang
tetap sejalan dengan tuntutan masyarakat modern.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar